Terlahir pada 21 April
1879 di Jepara dan meninggal pada 17 September 1904 di Rembang, Raden Ajeng
Kartini adalah sosok pejuang wanita yang berjuang untuk kaumnya, yaitu wanita
Indonesia. Namun satu hal yang jarang diungkapkan, bahkan terkesan
disembunyikan dalam catatan sejarah, yaitu tentang usaha Kartini untuk
mempelajari Islam dan mengamalkannya, serta bercita-cita agar Islam disukai.
Seperti pada salah satu kutipan suratnya berikut ini.
“Moga-moga kami mendapat
rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut
disukai” (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
Perjalanan Kartni adalah
perjalanan yang panjang dan Kartini belum sampai pada tujuannya. Dalam kumpulan
suratnya, “Door Duisternis Tot Licht”
yang sudah umum diartikan sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”, sesungguhnya
menurut Prof. Haryati Soebadio (cucu tiri Ibu Kartini) mengartikan “Door Duisternis Tot Licht” sebagai “Dari
Gelap Menuju Cahaya” yang bahasa Arabnya adalah “Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur”. Kata dalam bahasa Arab tersebut tidak
lain merupakan inti dari dakwah Islam yang artinya : membawa manusia dari
kegelapan (Jahiliyah) ke tempat yang terang benderang (Hidayah atau Kebenaran
Illahi), sebagaimana firman-Nya ;
“Allah pemimpin
orang-orang yang beriman : Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada
cahaya. Dan orang-orang kafir pemimpinnya adalah syaitan, yang mengeluarkan
mereka dari cahaya ke kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka ; mereka
kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqoroh : 257).
Kartini yang dikungkung
oleh adat dan dituntun oleh Barat, telah mencoba merintis jalan menuju
benderang Illahi. Gagasan-gagasan
Kartini dirumuskan dalam kamar yang sepi. Kartini merupakan salah satu contoh
figure sejarah yang lelah menghadapi pertarungan ideologi. Ia berusaha
mendobrak adat, mengelak dari Barat, untuk mengubah keadaan. Dalam sebuah
suratnya Kartini mengatakan : “Manusia itu berusaha, Allah-lah yang menentukan”
(Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, Oktober 1900).
“Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena
kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam
perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali
bagi kaum wanita , agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban
yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya : menjadi Ibu, pendidik manusia
yang pertama-tama”. (Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya). Pada
dasarnya, Kartini adalah pejuang di jalan Islam. Namun Kartini berjuang seorang
diri dengan segala keterbatasan. Itulah kehebatannya.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda