KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
dilahirkan tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur.
Presiden RI ke empat ini adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya
adalah KH. Wahid Hasyim Putra dari KH Hasyim Asy’Ari seorang pendiri organisasi
besar Nahdlatul Ulama.
5 Gugus besar pemikiran yang
diperjuangkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sepanjang hidupnya melalui berbagai
aktivitas sosial, politik, dan keagamaannya.
Pertama, dalam keyakinan Gus Dur
sesuai dengan khasanah keilmuan NU, syariat Islam diturunkan kepada manusia
tidak memiliki tujuan lain kecuali untuk melindungi kepentingan dasar manusia
itu sendiri, mewujudkan kedamaian, kemaslahatan dan kemajuan di antara mereka.
Syariat diturunkan kepada manusia adalah untuk melindungi lima hal, yaitu :
agama dan keyakinan, jiwa, akal, keturunan, dan harta atau hak milik pribadi.
Dengan demikian, Islam dalam pandangan Gus Dur sangat melindungi kebebasan
beragama, berkeyakinan, berprofesi dan berfikir.
Kedua, Gus Dur adalah tokoh agama
yang sangat anti kekerasan. Baginya, kekerasan bukan hanya bertentangan secara
diametral dengan ajaran Islam, tetapi juga merugikan Islam itu sendiri. Dalam
konteks inilah, Gus Dur selalu mengedepankan dialog, baik antar umat seagama
maupun antar agama.
Ketiga, demokrasi adalah bagian dari
manifesti tujuan syariat dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam
pandangan Gus Dur, dalam dunia modern demokrasilah yang dapat mempersatukan
beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah
keceraiberaian arah masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju
kedewasaan, kemajuan dan integritas bangsa.
Kempat, Gus Dur adalah penjaga
tradisi, di mana menurut pandangannya, agama adalah budaya yang bersifat saling
melengkapi. Agama bersumber dari wahyu dan memiliki norma-norma sendiri. Norma-norma
agama bersifat normatif, karenanya ia cenderung menjadi permanen. Sedangkan
budaya adalah kreatifitas manusia, karenanya ia berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah.
Kelima, menurut Gus Dur, Islam akan
lebih efektif dan membumi jika berfungsi sebagai etika sosial. Hukum
agama, kata beliau, tidak akan
kehilangan kebesarannya dengan berfungsi sebagai etika masyarakat. Bahkan
kebesarannya akan memancar karena ia mampu mengembangkan diri tanpa dukungan
massif dari institusi Negara.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda