Menjelang keberangkatan Rosululloh
dan para sahabatnya ke medan perang Badar, datanglah seorang remaja menghadap
Rosululloh Saw. Usianya masih 13 tahun. Ia datang dengan membawa sebilah pedang
yang panjangnya melebihi panjang badannya. Setelah dekat kepada beliau dia
berkata, “Saya bersedia mati untuk Anda, wahai Rosululloh! Izinkanlah saya
pergi jihad bersama Anda, memerangi musuh-musuh Allah di bawah panji-panji
Anda.”
Rosululloh gembira dengan dan takjub
dengan remaja itu. Tetapi, beliau tidak mengizinkannya untuk berperang karena
usianya yang masih sangat muda. Remaja itu pun kembali, dengan kesedihan yang
mendalam, niatnya untuk memperjuangkan Islam belum bisa dilaksanakan. Sementara
itu, ibunya yang dari tadi melihat dari kejauhan, tidak kalah sedihnya. Sebab,
putranya belum mendapat kesempatan membela Islam.
Tapi mereka tidak menyerah.
Cita-cita remaja itu tidak melemah, bahkan semakin kuat. Demikian pula ibunya
menginginkan. Karenanya, si ibu menghubungi kerabat-kerabatnya untuk menyampaikan
tekad anaknya; berkontribusi suntuk Islam dalam bidang lain yang lebih besar
peluangnya untuk diterima. Mereka pun menghadap Rosululloh.
“Wahai Rosululloh! Ini anak kami.
Dia hafal tujuh belas surat dari kitab Al-qur’an. Bacaannya betul, sesuai
dengan yang diturunkan Allah kepada Anda. Di samping itu dia pandai pula baca
tulis Arab. Tulisannya indah dan bacaannya lancar. Dia ingin berbakti kepada
Anda dengan keterampilan yang ada padanya, dan ingin pula mendampingi Anda
selalu. Jika Anda menghendaki, silakan mendengarkan bacaannya.” Pinta salah
seorang pamannya.
Selepas Rosululloh mendengar
bacaannya, beliaupun menyuruh remaja itu untuk mempelajari bahasa Ibrani. Dalam
waktu singkat ia berhasil, dan diangkat sebagai sekretaris Rosululloh ketika
berinteraksi dengan orang-orang Yahudi. Remaja itulah yang membacakan surat
Yahudi dan menuliskan surat Rosululloh untuk mereka. Rosululloh kemudian
menyuruhnya untuk belajar bahasa Suryani. Dalam waktu singkat ia berhasil, dan
tugasnya bertambah. Ia pula yang menjadi sekretaris saat Rosululloh
berinteraksi dengan orang-orang berbahasa Suryani.
Setelah Rosululloh benar-benar yakin
dengan kompetensi dan syakhsiyah Islamiyah-nya, remaja itu pun diangkat menjadi
sekretaris wahyu. Setiap kali ayat Al-Qur’an turun, ia segera dipanggil
Rosululloh untuk menulisnya dan meletakkannya dengan urutan sebagaimana yang
diperintahkan Rosululloh. Remaja itu bernama Zaid bin Tsabit
Demikianlah profil pemuda yang
diinginkan Islam. Ia tidak hanya menikmati keislamannya seorang diri tetapi
juga memiliki komitmen untuk memperjuangkan Islam.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda